1.
Definisi
Kolelitiasis
Kolelitiasis (kalkulus / kalkuli , batu empedu)
biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur – unsur padat yang membentuk
cairan empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat
bervariasi. (Brunner & Suddart, 2002)
Kolelitiasis yaitu suatu material mirip batu
yang dapat ditemukan dalam kandung empedu. Kolelithiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary
calculus. Jika
material ini ditemukan di dalam saluran empedu disebut (koledokolitiasis).
2.
Epidemiologi
Insiden kolelithiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Kolelithiasis tidak lazim dijumpai pada anak – anak dan dewasa muda tetapi
insidennya semakin sering pada individu berusia di atas 40 tahun. Peningkatan insiden kolelithiasis bisa dilihat dalam kelompok
resiko tinggi yang disebut “5F”: female
(wanita), fertile (subur)-khususnya
selama masa kehamilan, fat (gemuk), fair (kulit putih, rambut pirang), dan forty (empat puluh tahun). Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita
dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, karena belum ada penelitian. Angka kejadian
di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia
Tenggara. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto
polos abdomen, USG (Ultrasonografi), atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
3.
Anatomi
Kandung Empedu (Vesika Felea)
Kandung
empedu merupakan kantong berbentuk seperti alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati, berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna
kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati).
Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu.
Empedu mengalir dari hati
melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, lalu keduanya bergabung
membentuk duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung
dengan saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus)
membentuk saluran empedu utama. Saluran empedu utama masuk ke usus
bagian atas pada sfingter Oddi, yang terletak beberapa sentimeter
dibawah lambung.
4.
Fisiologi
Kandung Empedu (Vesika Felea)
Kandung empedu (vesika biliaris) mampu menyimpan
sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan
di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu
adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10
kali dan mengurangi volumenya 80-90%. Menurut Guyton & Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu:
a. Empedu
memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan
bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas. Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
membran mukosa intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk
mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain
bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan
kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Sekitar separuh empedu dikeluarkan diantara
jam-jam makan dan dialirkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu.
Sisanya langsung mengalir ke dalam saluran empedu utama, menuju ke usus halus.
Jika kita makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengosongkan empedu ke
dalam usus untuk membantu pencernaan lemak dan vitamin-vitamin tertentu.
Dasar
yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu,
tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari
sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin.
Hormon kolesistikinin (CCK) ini
disekresi oleh mukosa usus halus akibat pengaruh makanan berlemak atau produksi
lipolitik dapat merangsang nervus vagus. Asam hidroklorik, sebagai digesti
protein dan asam lemak yang ada di duodenum merangsang peningkatan sekresi
empedu. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem
saraf vagus dan enterik. Saat lemak tidak
terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan,
normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam
waktu sekitar 6 jam.
Empedu terdiri dari:
-
garam-garam empedu
-
elektrolit
-
pigmen empedu (misalnya bilirubin)
-
kolesterol
-
lemak.
5.
Etiologi
Etiologi
batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi
terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu
kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena
hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu
dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan
pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme
spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin )
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningatakan viskositas
empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu
,dibanding penyebab terbentuknya batu.
6.
Patofisiologi
Sebagian
besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar batu di
dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di
dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya
penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.Batu
empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Sebagian besar batu empedu dalam
jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di
kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding
kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan
penyumbatan usus (ileus batu empedu). Yang lebih sering terjadi adalah batu
empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran empedu. Dari
saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam
saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan
pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat
mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat
menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari
empedu, terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu
sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik
mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh.
Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa
tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.
Batu
kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus,
batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam
duktus sistikus karena
diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
a.
Batu
kolesterol
Empedu yang
di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini
merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 %
kolesterol serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa
organik dan inorganik lain. Kolesterol yang merupakan
unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya
tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid dalam empedu). Pada
pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningktan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar
getah empedu, mengendap, dan membentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebgai iritan yang menyebabkan peradangan
dalam kandung empedu.
Menurut
Meyers & Jones, 1990, proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi
dalam empat tahap:
1) Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
2) Pembentukan nidus atau inti
pengendapan kolesterol
3) Kristalisasi/presipitasi.
4) Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi
lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu
empedu, mengandung <20% kolesterol. Batu pigmen dapat dibagi kepada 2, yaitu
:
a. Batu
kalsium bilirunat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran
empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,
operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan
dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen coklat. Baik enzim ß-glukoronidase endogen maupun yang
berasal dari bakteri ternyata mempunyai peran penting dalam pembentukan batu
pigmen ini. Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam
empedu yang terinfeksi.
b. Batu
pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati dengan peningkatan beban bilirubin tak
terkonjugasi (anemia hemolitik). Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya
batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril.
7.
Klasifikasi
Menurut gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan :
1. Batu
kolesterol.
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry
dan mengandung lebih dari 70% kolesterol
2. Batu
kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak,
mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu
pigmen hitam.
Berwarna hitam atau
hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam
yang tak terekstraksi.
8.
Manifestasi
Klinis
Batu empedu biasanya terjadi secara tersembunyi karena
tidak mengalami rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal
yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat
pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita
penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami 2 jenis gejala :
gejala yang disebakan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
disebabkan karena obsruksi pada lintas empedu olem batu ginjal. Gejala bisa
bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi
abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen, dapat terjadi.
Gangguan ini terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau
yang digoreng.
Rasa
nyeri dan kolik biler. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita
panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik
bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan ; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah
dan bertambah hebat dalam beberapa jam setelah makan makanan dalam porsi besar.
Pasien akan membolak-balikkan tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu
menemukan posisi yang nyaman. Pada sebagian pasien nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten.
Serangan
kolik biner semacam ini disebabkan oleh
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengeluarkan empedu keluar karena
tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung
empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10
kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas
saat pasien melakukan inspirasi dalam, dan menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolesistitis akut dapat berlangsung sangat hebat sehinggga
diperlukan preparat analgesic yang kuat seperti mepiridin. Pemberian morfin
dianggap dapat meningkatkan spasme sfinter Oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus
dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan persenase yang
kecil dan biasanya terjadi pada obstuksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran
getah empedu kedalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah
empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Gejala ini sering disertai gejala gatal-gatal yang mencolok. Ekresi pigmen
empedu oleh ginjal akan membuat warna urin sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekap yang disebut
“clay-colored.”. Obstuksi
aliran empedu juga mengganggu absorsi vitamin A, D, E, dan K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan defisiensi vitamin-vitamin ini jika
obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan
darah yang normal.
Jika
batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu
akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu
yang relative singkat. Jika batu empedu terus menyumbat ini bisa menyebabkan
abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
9.
Komplikasi
Komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1.
Obstruksi
duktus sistikus
2.
Kolik
bilier
3.
Kolesistisis
akut (peradangan pada dinding kantung empedu)
-
Empiema
-
Perikolesistisis
-
Perforasi : Perforasi
lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh
peradangan berulang kandung empedu. ferforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi
mengakibatkan kematian sekitar 30%.
4.
Kolesistisis kronis :
-
Hidrop kandung empedu
-
Empiema kandung empedu
-
Fistel kolesistoenterik
-
Ileus
batu empedu (gallstone ileus)
— -Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena
adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga
batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus
sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi
duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila
terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung
empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan
dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus
sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh
atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat
sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat
terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis
generalisata .
—- Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
—- Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna
melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar
dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.
10.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Ronsen
abdomen/pemeriksaan sinar X/Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.
2.
Kolangiogram/kolangiografi
transhepatik perkutan.
Yaitu melalui
penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi
bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier
(duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat
terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa
beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syokseptik.
3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel kedalam esofagus hingga mencapai duodenum
pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu diduktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.
4. Pemeriksaan
Fisik
a).
Batu kandung empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas .
b). Batu saluran
empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan
gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak
jelas. Apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
5.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan
laboratorium (darah) :
-
Kenaikan serum kolesterol
-
Kenaikan fosfolipid
-
Penurunan ester kolesterol
-
Kenaikan bilirubin total
-
Penurunan urobilirubin
-
Peningkatan sel darah putih
-
Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama.
2.
Pemeriksaan
radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika .
Gambar 2. Foto rongent pada kolelitiasis
Ultrasonografi
(USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat
spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu
dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG
juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau odema
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di
dalam usus.
Kolesistografi
Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl,
okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras
tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu .
11.
Penatalaksanaan
a.
Konservatif
1) Penatalaksanaan pendukung diet
Kurang
lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk. (Smeltzer,
2002). Manajemen terapi :
-
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
-
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
-
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
-
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
-
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2) Pelarutan batu
empedu
Pelarutan
batu empedu dengan bahan pelarut
(misal: monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE). Pelarut tersebut
dapat diinfuskan melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung
kedalam kandung empedu, melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui
saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan;
melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
3) ESWL ( Extracorporeal Shock- Wave Lithotripsy)
Prosedur
noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut
menjadi beberapa sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media
cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan
elektromagnetik. Energy ini disalurkan ke dalam tubuh lewat rendaman air atau
kantong yang berisi cairan.
4) Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat
digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun
dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
b.
Penanganan Operatif
Penanganan
bedah pada penyakit kandung empedu dan batu
empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung
lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi
kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien
sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana
kondisi pasien mengharuskannya.
Penatalaksanaan pra operatif
:
1) Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2) Foto thoraks
3) Elektrokardiogram
4) Pemeriksaan faal hati
5) Vitamin K (diberikan bila kadar protrombin
pasien rendah)
6) Terapi komponen darah
7) Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan
glukosa secara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlukan untuk
membantu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati.
Penanganan operatif
1) Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan
pasien dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Komplikasi yang berat jarang terjadi,
perdarahan, dan infeksi.
2) Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan
tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik,
menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum
dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa
perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris.
Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara
0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik,
tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat
bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga.
3) Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi
dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek
nyeri paska operasi lebih rendah.
TERIMA KASIH NERS,, SANGAT MEEMBANTU
ReplyDelete