Monday, February 18, 2013

laporan pendahuluan hiperbilirubin



BAB I
PENDAHULUAN

            A.    Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo, 2005).
Saat ini angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40/1000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain penyakit dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada bayi baru lahir adalah penyakit. Penyakit tersebut sangat beresiko tinggi pada bayi, oleh karenanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat sehingga angka kematian dan kesakitan dapat diturunkan.
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis (hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus, yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. 
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul, lama, atau kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis. Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar
Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah.

          B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan umum
Memahami gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
2.    Tujuan khusus
Tujuan khusus dari laporan kasus ini adalah agar penulis mampu :
a.    Mampu melakukan pengkajian pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
b.    Mampu menyusun rencana keperawatan pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
c.    Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
d.   Melakukan evaluasi pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
       
            C.    Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif studi kasus dengan mengguanakan teknik pengumpulan data melalui :
1.    Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara langsung dengan keluarga seperti identitas, riwayat penyakit, riwayat prenatal, riwayat intranatal dan kedudukan anak dalam keluarga.
2.    Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap pasien.
3.    Pengukuran dan pemeriksaan fisik
Pengukuran dan pemeriksaan fisik merupakan cara untuk memperoleh data dengan melakukan pemeriksaan fisik melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4.    Dokumentasi
Dokumenttasi yaitu cara memperoleh data melalui catatan medik dan perawatan seperti pengobatan dan perawatan yang didapat.
5.    Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan pencarian data dengan cara mempelajari buku-buku, majalah, dan dokumen skripsi yang ada kaitannya dengan penulisan laporan kasus ini.

           D.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan studi kasus ini terdiri dari empat Bab yaitu Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan yang mencakup tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan sistematika penulisan. Pada Bab II adalah Tinjauan Teoritis dan Tinjauan Kasus, pada tinjauan teoritis menguraikan tentang konsep dasar hiperbilirubinemia yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, WOC dan konsep dasar asuhan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kasus yang ditemukan di lapangan. Bab III adalah pembahasan, yang menguraikan tentang kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan kenyataan yang didapat dilapangan dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV merupakan Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS

A.    Tinjauan Teoritis
1.    Laporan Pendahuluan Hiperbilirubin
a.  Defenisi
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.(Doenges, Marilyn E., Maternal.1988).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis.(Markum, 1991:314)

Kesimpulan:
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

b.      Klasifikasi
a.       Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b.      Ikterus hepatik
            Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
  c. Ikterus kolestatik
            Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
            Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
            Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
  f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus  Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

c.  Etiologi
a.   Peningkatan produksi :
Ø  Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
Ø  Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ø  Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Ø  Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
Ø  Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
Ø  Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
Ø  Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
b.   Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c.   Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d.  Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e.   Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

d   Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, dan hipoksia.

e.   Manifestasi klinis
1.      Kulit berwarna kuning sampe jingga
2.      Pasien tampak lemah
3.      Nafsu makan berkurang
4.      Reflek hisap kurang
5.      Urine pekat
6.      Perut buncit
7.      Pembesaran lien dan hati
8.      Gangguan neurologic
9.      Feses seperti dempul
10.  Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11.  Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12.  Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13.  Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

f.   Komplikasi
1.      Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.
2.      Retardasi mental - Kerusakan neurologis
Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
3.      Gangguan pendengaran dan penglihatan
4.      Asfiksia
5.      Hipotermi
6.      Hipoglikemi
7.      Terjadi kernikterus
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
8.      Kernikterus
Kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
9.      Kematian.

g.      Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a.       Visual
·         Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus  bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang.
·         Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan.
·         Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
b.   Pemeriksaan laboratorium.
-    Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
-     Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
-    Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
-    Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
-    Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
      Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
-    Glukosa
      Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
-    Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis 
-    Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
-    Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
-    Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
-    Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.

c.   Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

d.   Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

e.   Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

h.   Penatalaksanaan Medis
   Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.      Menghilangkan Anemia
2.      Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.      Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.      Menurunkan Serum Bilirubin
   Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi
   Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
   Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasiBilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.      Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.      Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3.      Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4.      Tes Coombs Positif
5.      Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6.      Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7.      Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.      Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.      Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1.      Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.      Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3.      Menghilangkan Serum Bilirubin
4.      Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
   Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat
   Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1.      Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
·         Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
·         Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
·         Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
                             Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·         Kadar Bilirubin Serum berkala.
·         Darah tepi lengkap.
·         Golongan darah ibu dan bayi. bila perlu.
·         Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar.
·         Test Coombs.
2.   Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·         Pemeriksaan darah tepi.
·         Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
·         Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
·         Pemeriksaan lain bila perlu.
3.   Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
·         Sepsis.
·         Dehidrasi dan Asidosis.
·         Defisiensi Enzim G6PD.
·         Pengaruh obat-obat.
·         Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4.   Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
·         Karena ikterus obstruktif.
·         Hipotiroidisme
·         Breast milk Jaundice.
·         Infeksi.
·         Hepatitis Neonatal.
·         Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
·         Pemeriksaan Bilirubin berkala.
·         Pemeriksaan darah tepi.
·         Skrining Enzim G6PD.
·         Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

i.                    PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
·         Nasehati Ibu :
1.      Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal inin karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
2.      Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi(contoh : obat anti malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,dll)
·         pengawasan antenatal yang baik
·         menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.
·         Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
·         Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
·          Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.
·         Pemberian makanan yang dini.
·         Pencegahan infeksi.

No comments:

Post a Comment