BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat
kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara. Angka
kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam
upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana
(Prawirohardjo, 2005).
Saat
ini angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40/1000
kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara
lain penyakit dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada bayi baru
lahir adalah penyakit. Penyakit tersebut sangat beresiko tinggi pada bayi, oleh
karenanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat sehingga angka kematian dan
kesakitan dapat diturunkan.
Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi
baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu
pertama. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan,
dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi
sekitar 80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi
atau lebih dari persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan
bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi
bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau
kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat perhatian,
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24 jam. Proses hemolisis
darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta
bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunnjukkan
kemungkinan adannya ikterus patologis (hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah
diidentifikasi adalah ikterus, yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput
lendir menjadi kuning.
Ikterus merupakan suatu gejala yang
sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan
dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Menurut
beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan
dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian
penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat
patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul, lama,
atau kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus
fisiologis. Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat
dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan
suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang
mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar,
jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan
sinar serta penggunaan media pemantulan sinar
Perawatan Ikterus berbeda diantara
negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti pemberian makanan
dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi pada ibu dan
bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada klien selama
post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali
pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan
dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan
umum
Memahami gambaran umum tentang
asuhan keperawatan pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
2. Tujuan
khusus
Tujuan khusus dari laporan kasus
ini adalah agar penulis mampu :
a. Mampu
melakukan pengkajian pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
b. Mampu
menyusun rencana keperawatan pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
c. Mampu
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
disusun pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
d. Melakukan
evaluasi pada By. SU umur 7 hari dengan hiperbilirubinemia.
C. Metode Penulisan
Metode
penulisan yang digunakan dalam penulisan laporan studi kasus ini adalah metode
deskriptif studi kasus dengan mengguanakan teknik pengumpulan data melalui :
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara langsung dengan keluarga
seperti identitas, riwayat penyakit, riwayat prenatal, riwayat intranatal dan
kedudukan anak dalam keluarga.
2. Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan
pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap pasien.
3. Pengukuran
dan pemeriksaan fisik
Pengukuran dan pemeriksaan fisik
merupakan cara untuk memperoleh data dengan melakukan pemeriksaan fisik melalui
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Dokumentasi
Dokumenttasi yaitu cara memperoleh
data melalui catatan medik dan perawatan seperti pengobatan dan perawatan yang
didapat.
5. Studi
kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan
pencarian data dengan cara mempelajari buku-buku, majalah, dan dokumen skripsi
yang ada kaitannya dengan penulisan laporan kasus ini.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan laporan studi kasus ini terdiri dari empat Bab yaitu Bab I
Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan yang mencakup
tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan sistematika penulisan. Pada
Bab II adalah Tinjauan Teoritis dan Tinjauan Kasus, pada tinjauan teoritis
menguraikan tentang konsep dasar hiperbilirubinemia yang meliputi pengertian,
etiologi, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
WOC dan konsep dasar asuhan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kasus yang
ditemukan di lapangan. Bab III adalah pembahasan, yang menguraikan tentang
kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan kenyataan yang
didapat dilapangan dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab
IV merupakan Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan Teoritis
1.
Laporan
Pendahuluan Hiperbilirubin
a. Defenisi
Hiperbilirubinemia
adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada
bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada
kulit, mukosa, sklera dan urine.(Doenges, Marilyn E., Maternal.1988).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus
(Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi
bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane
mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat
menimbulkan efek pathologis.(Markum,
1991:314)
Kesimpulan:
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
b.
Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan
oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan
hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati
sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke
dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran
empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke
dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
d. Ikterus
neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru
lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang
dalam memproses bilirubin
e. Ikterus
neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai
suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
c. Etiologi
a. Peningkatan
produksi :
Ø Hemolisis, misal pada
Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan
anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
Ø Pendarahan tertutup misalnya pada
trauma kelahiran.
Ø Ikatan Bilirubin dengan protein
terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau
Asidosis .
Ø Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
Ø Ikterus ASI yang disebabkan oleh
dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
Ø Kurangnya Enzim Glukoronil
Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat
lahir rendah
Ø Kelainan kongenital (Rotor Sindrome)
dan Dubin Hiperbilirubinemia
b. Gangguan
transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan
fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan
ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik
misalnya pada Ileus Obstruktif
d. Patofisiologi
Peningkatan
kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia.
Gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah, dan hipoksia.
e. Manifestasi klinis
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29
mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera,
kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama
disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan
diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2
atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan jaundice fisiologi.
f. Komplikasi
1. Bilirubin Encephalopathy (
komplikasi serius )
Ikterus
neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan
komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam
bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak
dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan
asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya
ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan
ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum
dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang
mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan
hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.
2. Retardasi mental - Kerusakan
neurologis
Efek
Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun
kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat
enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat
menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus
auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
3. Gangguan pendengaran dan penglihatan
4. Asfiksia
5. Hipotermi
6. Hipoglikemi
7. Terjadi kernikterus
Terjadi
kernikterus yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus
hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
8. Kernikterus
Kerusakan
neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi
otot, dan tangisan yang melengking.
9. Kematian.
g.
Pemeriksaan
Penunjang/Diagnostik
a. Visual
·
Pemeriksaan
dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari)
karena ikterus bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
yang kurang.
·
Tekan
kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan
jaringan subkutan.
·
Tentukan
keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka
digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya.
Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai
terapi sinar.
b. Pemeriksaan laboratorium.
- Test
Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek
menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
- Golongan
darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
- Bilirubin
total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan
atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
- Protein serum
total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
- Hitung darah
lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit
mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
- Glukosa
Kadar
dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
- Daya ikat
karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
- Meter ikterik
transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
- Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih
6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak
10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
- Smear darah
perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
- Test
Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
c. Pemeriksaan radiology
Diperlukan
untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
d. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
e. Biopsy hati
Digunakan
untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
h. Penatalaksanaan
Medis
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan
Anemia
2. Menghilangkan
Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan
Badan Serum Albumin
4. Menurunkan
Serum Bilirubin
Metode
therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi.
Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery
dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus
diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang
sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasiBilirubun 5 mg
/ dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada
24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi
Pengganti
Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh
lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit
Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis
pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs
Positif
5. Kadar Bilirubin
Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin
kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan
Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada
resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi
Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi
Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan
sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan
Serum Bilirubin
4. Meningkatkan
Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada
Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat
menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
Penggolongan
Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang
timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam
pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
·
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau
golongan lain.
·
Infeksi Intra Uterin (Virus,
Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
·
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim
G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·
Kadar Bilirubin Serum berkala.
·
Darah tepi lengkap.
·
Golongan darah ibu dan bayi. bila
perlu.
·
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD,
biakan darah atau biopsi Hepar.
·
Test Coombs.
2. Ikterus yang
timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan
inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau
kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi
Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis
perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula
dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka
pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·
Pemeriksaan darah tepi.
·
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
·
Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang
timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
·
Sepsis.
·
Dehidrasi
dan Asidosis.
·
Defisiensi
Enzim G6PD.
·
Pengaruh
obat-obat.
·
Sindroma
Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama
dan selanjutnya:
·
Karena ikterus obstruktif.
·
Hipotiroidisme
·
Breast milk Jaundice.
·
Infeksi.
·
Hepatitis Neonatal.
·
Galaktosemia.
Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan:
·
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan darah tepi.
·
Skrining Enzim G6PD.
·
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada
indikasi.
i.
PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan
peningkatannya dengan:
·
Nasehati
Ibu :
1.
Bila
penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi
yang cukup mengenai hal inin karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
2.
Bila
bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari
zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi(contoh : obat
anti malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,dll)
·
pengawasan
antenatal yang baik
·
menghindari
obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan
kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.
·
Pencegahan
dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
·
Penggunaan
fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
·
Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.
·
Pemberian
makanan yang dini.
·
Pencegahan
infeksi.
No comments:
Post a Comment